Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

AC MILAN Mengulangi Lagi Sejarah Final Liga Champion di Istanbul ? Begini Kata Mereka !

Kisah Berita 1001 - Jika Anda mencerna kata-kata Antonio Conte usai timnya digugurkan AC Milan pada putaran 16 besar Liga Champions, maka tampak di situ penekanannya pada penghormatan terhadap pusaka sepakbola yang disandang AC Milan.

begini kata conte usai tottenham vs ac milan

Kami akan potong-potong kalimat pelatih Tottenham Hotspur itu hanya pada yang berhubungan dengan AC Milan.

"Musim lalu kami bermain di Liga Konferensi, kami gagal lolos putaran grup. Kami kalah tandang dari Mura (Slovenia) dan Vitesse (Belanda). Sedangkan musim ini kami juara grup dan digugurkan oleh tim yang musim lalu memenangkan Serie A."

"Mereka lebih berbahaya dalam hal serangan. Mereka punya Theo Hernandez, Giroud, Leao yang semua menimbulkan masalah bagi lawan."

"Kami melawan Milan yang musim lalu memenangkan liga di Italia. Kita bicara tentang sebuah tim besar, dengan warisan dongeng, sebuah tim hebat."

Conte seakan berkata bahwa timnya pantas kalah karena lawan memiliki nama besar dalam pusaka sepakbola.

Alibi Conte ini mendapat kritikan dari James Horncastle, kolumnis Serie A di The Athletic. Dalam perumpamaan James, Conte melakukan apa yang diistilahkan dalam bahasa Italia sebagai Abissale. Maksudnya adalah seperti orang yang staring into the abyss (memandang ke jurang). Jika diterjemahkan kurang lebih artinya memikirkan tentang sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk direnungkan. Sederhananya lagi, kurang relevan.

Salah satu perbandingan yang diangkat James adalah, pendapatan Milan dari San Siro, sekitar 70 juta euro lebih kecil dibandingkan pendapatan Tottenham Hotspur dari stadion baru mereka (44 juta euro banding 117 juta euro).

Perbandingan lain yang diambil James, total transfer musim panas Milan masih kalah dibandingkan uang yang dikeluarkan Spurs untuk pemain cadangan bernama Richarlison yang dibeli dari Everton senilai 60 juta pounds.

So, kesimpulannya yang bisa diambil dari paragraf-paragraf pembuka di atas adalah, pencapaian Milan ke perempat final Liga Champions layak disebut sebagai incredible atau luar biasa kata Paolo Maldini.

Jujur kita semua merasa kecewa terhadap kepada Milan berkenaan hasil mereka pada Januari 2023. Mereka kalah lima kali dan hanya menang sekali dari sembilan laga setelah break Piala Dunia 2022. Harus diakui, istirahat Piala Dunia dan badai cedera merusak ritme permainan. Namun kemudian, perlahan mereka bangkit dengan mengubah sistem dari 4-2-3-1 menjadi 3-4-2-1. Sistem yang jujur diakui Maldini, tidak disukainya.

Alasan pengubahan sistem ini sederhana saja kata Pioli. Menurut dia sistem lama sudah tidak bekerja. Hasilnya memang kelihatan. Setelah kebobolan 19 gol dari sembilan laga usai Piala Dunia itu, Milan menjadi lima kali clean sheet dan hanya kebobolan dua gol pada enam laga berikutnya.

Pertahanan mereka tiba-tiba menjadi beringas. (diulas dengan sangat bagus oleh video ini: YouTube). Pada dua leg permainan perdelapan final Liga Champions, Spurs membukukan 20 shots yang kalau digabung kurang dari 1 expected goals. Spurs juga mencatat 49 umpan silang tetapi nggak ada satu pun yang bisa disebut peluang bersih selain sundulan Kane di menit-menit akhir leg kedua.

Kalau Anda cermati postingan Fabrizio Romano yang kemudian banyak disebar akun Milan lainnya, menandakan bahwa lini belakang Milan menjadi titik terkuat kebangkitan di kurun Februari-Maret. Kata Fabrizio Romano:

Fair to remind how much AC Milan paid for their defenders 🔴⚫️ #UCL

Mike Maignan: €15m

Pierre Kalulu: free agent

Malick Thiaw: €6m

Fikayo Tomori: €29m

Total x four players: €50m

Bandingkan misalnya dengan jumlah yang dikeluarkan Chelsea untuk Wesley Fofana, Benoit Badiashile, Kalidou Coulibaly, Trevor Chalobah, dan Marc Cucurella total senilai 217 juta euro. Oh ya, omong-omong tidak ada Italiano di lini belakang Milan selain Gabbia (ini nanti bisa dibahas terpisah).

Lanjut lagi. Bagaimana lini belakang Milan bertransformasi tampak terutama dalam fluiditas posisi. Ambil contoh misalnya dua leg lawan Spurs dimana tiga posisi center back bisa berbeda. Pada leg pertama Simon Kjaer di tengah dan leg kedua berganti Malick Thiaw. Keduanya sama-sama berhasil mematikan Harry Kane. Pada posisi bek tengah di sektor kiri, leg pertama ada Malick Thiaw dan leg kedua berganti Fikayo Tomori sama-sama bisa mengantongi Dejan Kulusevski. Begitu juga di posisi center back sebelah kanan Pierre Kalulu dalam dua leg membuat Son Heung-min gagal berfungsi dengan baik.

Milan memang memilih berorientasi sepakbola direct daripada penguasaan bola. Dengan sepakbola direct, lini belakang bisa lebih fokus pada man to man marking. Tempel terus kemanapun penyerang lawan pergi. Dengan tempel terus, maka penyerang kehilangan eksplosivitas dan setiap mendapat bola mereka tidak bisa memantulkan pada arah harapan tetapi cenderung mengembalikan bola ke belakang.

Perubahan strategi memang berdampak positif bagi lini belakang tetapi tidak dengan situasi di depan. Rafael Leao misalnya kini berubah peran dari pemain sayap yang cenderung melebar menjadi lebih dekat dengan Olivier Giroud. Sebab, tidak mungkin dia saling tindih dengan peran Theo Hernandez. Begitu pula di kanan, Messias atau Saelemaekers juga berpikir lebih banyak sebagai cover Pierre Kalulu dari pada sebagai winger selama ini mereka perankan.

Leao sudah tidak membuat gol dalam delapan pertandingan terakhir. Produktivitas Giroud juga menurun. Menyaksikan Giroud sekarang seperti melihat perannya bagi Prancis di Piala Dunia 2018: striker yang menjadi bek terdepan.

Paolo Maldini mengaku tidak suka dengan lima pemain bertahan. “Anda bertanya kepada saya yang mengetahui dengan baik bahwa saya tidak suka pertahanan lima orang secara umum! Kami selalu membicarakan itu, Milan umumnya selalu bermain dengan empat bek," kata Maldini saat menjawab pertanyaan Alessandro Nesta sebagai pundit Amazon Prime Italia.

Leao sendiri mengaku suka dengan posisi barunya. Soal gol kata dia hanya masalah waktu karena toh dia sempat mendapat peluang dan di antaranya menyentuh tiang. "Kini saya makin dekat dengan Oli (Giroud). Saya pikir secepatnya kita akan menemukan ritme," ujarnya.

Simalakama ini terang saja harus dipecahkan Pioli. Berpikir bertahan boleh tetapi juga tidak boleh melupakan lini serang.

Betul bahwa Milan memegang pusaka sepakbola dengan prestasinya di Liga Champions. Tetapi itu saja tidak cukup. Masih banyak yang harus ditingkatkan untuk bisa berada dalam level Bayern Munich, Manchester City atau Real Madrid. Munich misalnya, bisa memiliki Gnabry, Mane, dan Sane di bangku cadangan. Begitu pula City dan Madrid yang sarat bintang bahkan di bangku serep.

Andaikata ada hoki pada drawing nanti, kami berkeyakinan Milan bisa melangkah lebih jauh lagi seperti pernah kami tulis Mei 2022 lalu (lihat foto)

Magico Milan

Sumber : (Facebook) Magico Milan 

Post a Comment for "AC MILAN Mengulangi Lagi Sejarah Final Liga Champion di Istanbul ? Begini Kata Mereka !"