Penyebab Terjadinya Bencana Alam dalam Al-Qur'an dan Hadits
Petaka Adalah moment atau rangkaian momen yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan penduduk yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia supaya
membawa dampak timbulnya korban jiwa manusia, rusaknya lingkungan, kerugian
harta benda, dan efek psikologis.
Berasal dari Abu Hurairah ra berkata; bersabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
“Apabila kekuasaan diakui laba, amanat diakui
ghanimah (Rampasan), membayar zakat diakui merugikan, beiajar tidak sebab agama
(Untuk mendapatkan tujuan duniawi semata), suami tunduk terhadap istrinya,
durhaka pada ibu, menaati mitra yang menyimpang berasal dari kebenaran,
membenci ayah, bersuara keras (Menjerit jerit) di masjid, orang fasig jadi
pemimpin sebuah bangsa, pemimpin diangkat berasal dari golongan yang rendah
akhiaknya, orang dihormati sebab takut terhadap kejahatannya, para biduan dan
musik (Hiburan berbau maksiat) segudang digemari, minum keras/narkoba semakin
meluas, umat akhir zaman ini sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum
Muslimin (Terhitung para sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
tabi’in dan para imam muktabar). Maka hendaklah mereka waspada dikarenakan
terhadap waktu tersebut akan berjalan hawa panas, gempa,longsor dan kemusnahan.
Lantas diikuti oleh tanda-tanda (Kiamat) yang lain layaknya untaian permata
yang berjatuhan sebab terputus talinya (Seluruh tanda kiamat berjalan).”(HR.
Tirmidzi)
Ketika berlangsung petaka alam, paling bukan tersedia
tiga analisa yang kerap diajukan untuk melacak penyebab terjadinya bala itu.
Pertama, azab berasal dari Allah sebab segudang dosa yang ditunaikan. Kedua,
sebagai ujian berasal dari Tuhan. Ketiga, Sunnatullah dalam arti gejala alam atau
hukum alam yang biasa terjadi. Untuk masalah Indonesia ketiga analisa itu
semuanya punyai barangkali yang serupa besarnya.
Jikalau bala dikaitkan bersama dengan dosa-dosa
bangsa ini sanggup saja sahih, dikarenakan kemaksiatan telah jadi kebanggaan
baik di taraf pemimpin (Struktural maupun kultural) maupun beberapa rakyatnya,
perintah atau ajaran agama tak terhitung yang bukan diindahkan, orang-orang
miskin diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:
“Kecuali
Kita inginkan menghancurkan sebuah negeri, Kita perintahkan orang-orang yang
hidup mewah (Berkedudukan untuk taat kepada Allah) tapi mereka melaksanakan
kedurhakaan daiam negeri itu, maka udah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (Aturan Kita), sesudah itu kita hancurkan negeri tersebut
sehancur-hancurnya,” (Al-Isra'[17]:
16).
Apabila dikaitkan bersama ujian, sanggup menjadi
sebagai ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum Muslimin supaya semakin kuat
dan teguh keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. Sebagaimana
firman Allah:
“Apakah manusia tersebut mengira bahwa mereka akan
dibiarkan begitu saja mengatakan: Kita udah beriman’, tengah mereka bukan
diujilagi?”( Al-Ankabut [29:2).
Akan tapi, terkecuali dikaitkan bersama gejala
alam pun besar kemungkinannya, dikarenakan Bumi Nusantara memang berada di bagian Bumi yang rawan bala layaknya gempa, tsunami
dan letusan gunung. Lebih-lebih, secara total bumi yang ditempati manusia ini
rawan akan terjadinya bala, gara-gara hukum alam yang udah ditetapkan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala atas bumi ini bersama dengan ber bagai hikmah yang terkandung di
dalamnya. Layaknya konvoi gunung bersama Beraneka konsekuensinya.
“Dan anda saksikan gunung-gunung tersebut anda
sangka dia konsisten di tempatnya, padahal gunung-gunung tersebut bergerak
sebagaimana awanbergerak.(begitulah) perbuatan Allah yang mengakibatkan bersama
dengan kokoh segala sesuatu. Sesungguhnya Allah Maha Jelas apa yang anda
kerjakan”. ( Qs. Al-Naml [27]: 88).
Di samping mesti konsisten bersikap optimis dan
berupaya mengenali hukum-hukum Allah yang sudah ditetapkan atas alam ini,
adalah bijak untuk konsisten melaksanakan introspeksi pada keseriusan kami di
dalam menaati perintah-perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan
menghitung-hitung kedurhakaan kami kepada-nya.sabda Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam yang diriwayat kan Imam Tirmidzi di atas patut jadi
renungan bagi bangsa ini atas bermacam bala yang menimpa secara bertubi tubi.
Kecuali kami cermati hampir seluruh penyebab petaka yang disebut Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam didalam Hadits itu sedang melanda bangsa ini.
Pertama, kasus
kepemimpinan, amanah dan penguasa. Kalau sebuah bangsa memilih pemimpin yang
bukan mencukupi syarat, baik (Shalih), cakap/cerdas dan kompeten (Gawiy) dan
amanah (Amin), maka kebangkrutan dan kehancuran suatu Bangsa tinggal tunggu selagi saja. Se bab,
pemimpin layaknya tersebut menganggap kekuasaan tidak sebagai amanah untuk
menciptakan kesejahteraan dan ketentraman bagirakyatnya, namun sebagal wahana
dan kesempatan untuk memperkaya diri dan Bersenang-Bahagia.
Akibatnya, konduite korupsi merajalela, penindasan
dan pemiskinan jadi pemandangan yang lumrah, dan kebangkrutan moral jadi hal
yang benar-benar sulit untuk dihindari. Oleh sebab tersebut, memilih pemimpin
atau pejabat kudu hatihati dan selektif, karena mereka akan memanggul amanah
yang benar-benar berat.
Berasal dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda,
“kecuali amanat disia-siakan, maka tunggulah saatnya (Kehancuran). Abu
Hurairah bertanya; “Bagaimana amanat tersebut disia-siakan wahai Rasulullah?,
Beliau menjawab,”kecuali sebuah urusan diserahkan terhadap orang yang tidak
ahlinya (Bukan mencukupi syarat)”. ( H R. Bukhari).
Kedua,
orang kaya bukan menunaikan kewajibannya. Zakat adalah kewajiban minimal bagi
orang kaya untuk peduli kepada orang miskin. Kalau kewajiban minimal ini bukan
dilakukan, maka kegoncangan social tdak sanggup ditawar-tawar lagi, sebab
tindakan orang miskin yang terampas haknya bukan mampu dipersalahkan. Agar azab
Allah jadi keharusan (Al-Isra': 16). Demikian intisari istinbathamirul Mu’Minin
Umar bin Khathab ra yang didukung Ibnu Hazm rahimallahu ta’ala.
Ketiga, hilangnya
ketulusan dan kebijakan para ulama dan cendekiawan. Rusaknya yang ditimbulkan
oleh penguasa dan pengusaha (Orang kaya) tersebut akan jadi-menjadi terkecuali
ulama / cendekiawan sebagai pilar berarti sebuah bangsa yang bertugas untuk
memberi peringatan dan beroposisi secara loyal terseret ke di dalam kepentingan
pragmatis para penguasa dan pengusaha itu.
Aktualisasinya dapat berwujud terhadap terbitnya
fatwa-fatwa pesanan yang bukan memihak orang-orang lemah dan tertindas dan juga
opini yang menyesatkan dan membingungkan umat sebagai implikasi terialu
segudang terima bantuan yang bukan paham dan kerap mengemis terhadap
musuh-musuh Islam dan bangsa terhadap umumnya. Dikarenakan ketulusan udah
hilang, para ulama pun jadi orang yang sebabkan gaduh di masjid bersama
perdebatan dan berbantahan perihal hal yang udah diputuskan bersama dengan tahu
oleh Allah dan Rasul-Nya.
Terhadap selanjutnya, tidak semata-mata perintah
Allah dan Rasul-Nya yang bukan diperhatikan dan disia-siakan. Akan tapi para
sahabat Rasul dan generasi mereka sesudahnya (Ulama berasal dari kalangan
tabi’in dan tabi’tabi’in) sebagai generasi terbaik umat Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wasallam jadi bahan olok-olok dan ejekan di dalam perbincangan
mereka bersama dengan merendahkan dan mencampakkan kezuhudan dan hasil ijtihad
mereka yang cemerlang.
Kecuali ketiga pilar bangsa penguasa, pengusaha
dan ulama atau cendekiawan udah bukan menjalankan kegunaan yang semestinya,
maka kebangkrutan moral yang lain layaknya durhaka terhadap orangtua, suami yang
manut terhadap hawa nafsu istrinya, mewabahnya khamr (Narkoba) dan kesenangan
terhadap hiburan yang memancing keliaran syahwat jadi pemandangan yang biasa.
Terhadap saat itu ”kemarahan” Tuhan dipastikan bukan bias dihalang-halangi
untuk menghancurkan bangsa yang durhaka. [Sumber: muhammadiyah.or.id]
Post a Comment for "Penyebab Terjadinya Bencana Alam dalam Al-Qur'an dan Hadits"